Friday, June 30, 2006

Tidak semua orang Asia datang dari Cina - Ola

Terus terang, bahasa jerman itu susah sekali. Mungkin kami orang Indonesia terkenal mudah dengan cepat belajar bahasa-bahasa asing yang ada di eropa , karena tulisan bahasa Indonesia yang berbasis bahasa latin, tidak seperti beberapa negara Asia lainya, yang mempunyai bentuk tulisan sendiri. Tetapi kalau boleh dibilang, cara bicara kami belum sejago pengetahuan grammar kami.

Sejak pertama datang ke Jerman, aku sering tidak percaya diri jika harus berbicara langsung dalam bahasa Jerman, takut tidak dimengerti. Dan itu memang benar terjadi. Padahal susunan kalimat yang aku pakai sudah baik secara grammar, tetapi tetap saja tidak dimengerti, dan aku harus bersusah payah untuk menjelaskannya berulang-ulang. Kupikir dalam hati, “akh… namanya juga baru adaptasi!”,

Setelah hampir 3,5 tahun aku di sini, sepertinya setiap hari seperti adaptasi, adaptasi yang tidak berujung. Jika aku bertemu orang di jalan dan ingin bertanya sesuatu, aku belum bertanya, tetapi mereka sudah mengernyitkan dahinya seperti sedang berpikir keras untuk berusaha mengerti apa yang akan kukatakan. Tetapi setelah mendengar suaraku keluar, mereka malah heran. “Bahasa Jermanmu bagus!" katanya.

Aku tidak berpikir rasis, tetapi aku tidak suka jika kebanyakkan orang berpikir bahwa semua orang Asia itu berasal dari Cina, seperti satu benua isinya cuma satu negara saja. Dan kebanyakkan orang-orang Asia yang memiliki intonasi kental dalam bahasa mereka sulit mengubah aksen mereka saat berbicara bahasa asing lain sehingga membuat sulit dimengerti. Dan masalah ini sebenernya tidak dimiliki oleh orang Indonesia, apalagi yang besar di Ibukota.

Tapi apa boleh buat, mereka cuma melihat muka kita Asia, dan disamaratakan begitu saja.
Sebelum aku berangkat ke Jerman, banyak teman-teman mengantipasi bahwa di Jerman banyak orang yang rasis terhadap orang asing, mungkin karena jaman Nazi dahulu, tetapi aku tidak memusingkannya.

Sesampainya aku di sini, untungnya tidak seekstrem yang teman-temanku katakan. Memang masih ada beberapa yang berlaku rasis, seperti saat aku mencari apartment, aku cuma menelepon dan dia mendengar aksenku yang berbeda, dia langsung bilang Anda tidak mengerti bahasa Jerman, apartmentnya sudah penuh. Tapi pikirku, mungkin karena aku baru beberapa bulan di sini, bahasa Jermanku memang belum begitu bagus.

Tetapi ada kejadian lain, setelah 2 tahun di Jerman. Saat itu aku belanja di supermarket dengan teman-teman dari Filipina, kami belanja banyak steak dan sosis karena kami ada acara barbeque bersama. Saat mengantri di kasir, orang di depan kami bertanya mengapa aku dan temanku berbicara dalam bahasa Jerman, padahal kami sama-sama orang Asia. Lalu kami menjelaskan kalau kami berasal dari Negara yang berbeda dan memiliki bahasa yang berbeda.

Percakapan itu berlangsung dengan baik-baik saja, sampai giliran orang itu membayar, tiba-tiba dia datang menanyakan uang 15 cent, tetapi sayangnya kami tidak ada yang bawa uang tunai saat itu, tetapi kami berusaha mencari-cari uang kecil, berharap ada yang terselip, tetapi sebelum kami mendapatkannya, orang tersebut marah-marah, katanya kita tidak mau memberikan uang meskipun hanya 15 cent padahal kami belanja banyak sekali, dan dia juga bilang darimana kami dapat uang, sedangkan kami cuma orang asing, bisa belanja banyak barang, kalian pasti mengambil uang Negara saya, katanya.

Aku cuma bisa terkejut dan terdiam, dan terdengar temanku menjawab dengan kesal, saya bekerja dan saya bayar pajak. Lalu orang itupun diusir keluar oleh kasir karena mengganggu pelanggan lain. Tetapi kejadian ini tidak merusak penilaianku terhadap satu bangsa, aku tetap berusaha mengenal dan menerima setiap orang sebagai individu yang berbeda. Seperti kata pepatah, Tak Kenal makanya Tak Sayang!

No comments:

Post a Comment